Kamis, Januari 31, 2008

Badan Hukum Pendidikan

1. Harus dipastikan, bahwa UU BHP merupakan amanat UU No 20 2003 (pasal 53 ayat 1) tentang Sisdiknas, yang berfungsi untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik. Oleh karena itu, keberadaan BHP secara jelas harus mencantumkan tujuan pokoknya yaitu dalam rangka meningkatkan mutu dan layanan pendidikan kepada peserta didik. Lebih tegas lagi, keberadaan BHP harus memperhatikan 4 aspek yaitu: Pertama, aspek fungsi negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, kewajiban negara dan Pemerintah dalam bidang pendidikan, serta hak dan kewajiban warga negara dalam bidang pendidikan. Kedua, aspek filosofis, yakni cita-cita untuk membangun sistem pendidikan nasional yang berkualitas dan bermakna bagi kehidupan bangsa. Ketiga, aspek pengaturan mengenai badan hukum pendidikan dalam undang-undang dimaksud haruslah merupakan implementasi tanggung jawab negara. Keempat, aspek aspirasi masyarakat harus mendapat perhatian dalam pembentukan undang-undang BHP agar tidak menimbulkan kekacauan dan permasalahan baru dunia pendidikan.

Catatan: Pasal 3 ayat 1, 2 dan 3 cukup memadai memuat hal ini.


2. UU BHP tidak boleh membuka peluang terjadinya “privatisasi liar”, sehingga lembaga pendidikan mudah di intervensi dan ‘dikuasai” oleh pihak-pihak yang tidak memiliki filosofi dan pijakan budaya nasional. Padahal pendidikan adalah upaya membangun idiologi, moral dan budaya bangsa. Independensi dan otonomi yang merupakan implikasi dari BHP dapat memberikan kebebasan dan keleluasaan pihak lembaga pendidikan untuk ‘melepaskan’ diri dari warisan budaya bangsa yang relijius dan beradab.

Catatan: Perlu ada tambahan yang menjamin bahwa pengurus dan anggota Majlis Wali Amanat suatu BHP haruslah mereka yang memiliki kompetensi, minat dan tanggung jawab di dunia pendidikan

3. Keberadaan UU BHP harus mampu menjamin pasti adanya tanggung jawab moral dan social dari seluruh stake holders BHP, utamanya para pengurus. Keberadaan BHP harus mampu menjamin pasti bahwa pendidikan memiliki tujuan luhur, bersih dari motif komersil dan motif mencari keuntungan pribadi. Konsep Badan Hukum Pendidikan (BHP) ini berpeluang terjadinya komersialisasi pelayanan pendidikan. Konsentrasi institusi pendidikan akan terpecah kepada pemikiran dan kegiatan “bisnis,” yang otomatis akan bisa merubah nuansa akademik yang ada pada institusi bersangkutan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pendidikan yang secara sistemik dan kontinyu selain bertujuan untuk mencetak pribadi-pribadi yang mempunyai ”competence” dan ”skill” yang tangguh terhadap suatu disiplin ilmu, pendidikan juga bertujuan mencetak pribadi-pribadi yang bertaqwa, berkepribadian handal, dan memeiliki moral dan akhlak yang baik. Sisi inilah yang mesti diperhatikan dengan seksama, terutama jika dikaitkan dengan dunia bisnis yang identik dengan dunia kepentingan. Hal lain lagi yang ditakutkan adalah jika ”bisnis” ini berkembang dengan pesat, bisa jadi perguruan tinggi atau institusi pendidikan akan menjadi ”pesaing baru” , dan bukan tidak mungkin terjadi “perang” kepentingan.

Catatan: RUU BHP cukup tegas dan jelas mengatur hal ini di prinsip nirlaba dan pada pasal-pasal di Bab PENGAWASAN DAN AKUNTABILITAS serta SANKSI ADMINISTRATIF

4. Keberadaan UU BHP (khususnya bagi BHP yang dibuat oleh pemerintah) harus mampu memberikan kemudahan akses bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemandirian lembaga pendidikan dalam mengelola keuangan, dapat menimbulkan implikasi mahalnya biaya operasional sekolah/perguruan tinggi yang sudah barang tentu (berdasarkan pengalaman BHMN) akan dibebankan kepada mahasiswa. Pengalaman telah menunjukkan, dengan model BHMN, banyak perguruan tinggi kemudian menetapkan biaya yang cukup tinggi bagi penyelenggaraan pendidikannya

Catatan: Perlu ada pasal atau ayat khusus (bias dimasukkan ke dalam Pasal 3) yang menegaskan: “BHP yang didirikan pemerintah wajib memberikan bantuan dan kemudahan akses kepada calon peserta didik yang mengalami kesulitan, sesuai dengan kemampuan”.

5. Keberadaan UU BHP tidak boleh menimbulkan diskriminasi perlakuan administrasi, advokasi, pembinaan dan bantuan dari pemerintah kepada BHP yang didirikan masyarakat. Pemerintah tetap memiliki tugas dan tanggung jawab memberikan kemudahan (fasilitas) dan pembinaan kepada lembaga pendidikan yang didirikan masyarakat yang jelas-jelas dirasakan manfaat dan maslahat bagi masyarakat.

Catatan: Perlu ada pasal/ayat yang menegaskan “Pemerintah berkewajiban memberikan kemudahan dan bimbingan kepada masyarakat yang hendak mendirikan suatu BHP. Penegasan ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan dipersulitnya proses pendirian BHP.

Tidak ada komentar: