Rabu, Januari 16, 2008

Pendidikan Indonesia

Pendidikan merupakan salah satu pilar pokok dalam pembangunan bangsa. Tinggi rendahnya derajat dan kedudukan bangsa bisa dilihat dari mutu pendidikan nasional yang diwujudkannya. Pendidikan yang tepat dan efektif akan melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas, bermoral, memiliki etos kerja yang baik dan inovasi karya yang tinggi. Seluruh negara yang telah berhasil mencapai kemajuan dalam penguasaan teknologi dan peradaban diawali dengan pemberian perhatian yang besar terhadap pendidikan nasionalnya. Hal itu dilakukan dengan upaya mendukung, mengawal, dan terus memperbaiki sistem pendidikan nasional bagi rakyatnya. Oleh karena itu pendidikan harus dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

Walaupun berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah, pelaksanaan pendidikan di Indonesia dan mutu yang dihasilkan terlihat masih sangat jauh dari keadaan yang diharapkan. Filosofi perencanaan strategis pendidikan nasional belum sepenuhnya konsisten menjabarkan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan cita-cita pendidikan nasional bangsa Indonesia. Dampak yang terjadi pada kondisi yang demikian adalah bahwa pendidikan belum mampu menumbuhkan budaya mendidik dan belajar dari mayoritas rakyat Indonesia. Fokus kerja pemerintah masih bertumpu pada sektor pendidikan formal dan belum memberikan perhatian yang memadai pada sektor pendidikan nonformal dan informal. Industri informasi seperti media massa cetak dan elektronik yang sesungguhnya memiliki potensi serta kesempatan yang luas dan besar untuk ikut andil dalam mendidik anak bangsa justru kontraproduktif dengan lebih banyak memiliki program sajian yang justru 'menodai’ tujuan dan nilai-nilai pendidikan itu sendiri. Pendidikan berbasis keluarga belum mendapatkan perhatiannya yang memadai. Kebijakan pembiayaan sektor pendidikan pun masih jauh dari tuntutan UUD 1945 dan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 sehingga mengakibatkan munculnya sederet permasalahan seperti: ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang belum memadai, kompetensi dan kualifikasi guru yang rendah dan inovasi-inovasi atau riset-riset di bidang pendidikan yang jalan di tempat.

Berdasarkan laporan UNDP (United Nations Development Programms), dalam "Human Development Report 2006" tentang Kualitas Pembangunan Manusia. Dari 177 negara yang diurutkan berdasarkan kualitas manusia atau bangsanya, Indonesia hanya berada pada peringkat ke-108. Sebagai perbandingan Singapura sudah mencapai peringkat ke-25, Brunei Darussalam ke-34, Malaysia ke-61, Thailand ke-74, dan Filipina ke-84. Negara tetangga dekat lainnya, Australia, bahkan sudah berada pada peringkat ke-3; negara ini bersaing ketat dengan Swedia (ke-4), Eslandia (ke-2), dan Norwegia (ke-1). Secara nasional, tingkat pendidikan anak-anak Indonesia yang telah berusia 15 tahun ke atas hanyalah sampai kelas 2 SMP. Kemampuan membaca, matematika dan sains (IPA) rata-rata siswa usia 15 tahun (SLTP dan SLTA) Indonesia masih sangat rendah. Hasil penelitian Tim Program of International Student Assessment (PISA) Indonesia menunjukkan, sekitar 37,6% anak usia 15 tahun hanya bisa membaca tanpa mampu menangkap maknanya. Selain itu, 28,4% hanya bisa mengaitkan teks yang dibacanya dengan satu informasi pengetahuan. Dibanding siswa dari negara lain yang mengikuti program PISA, kemampuan membaca siswa Indonesia menduduki urutan ke-39, kemampuan matematika urutan ke-39, kemampuan sains urutan ke-38 dari 41 negara. Bahkan menurut data BPS tahun 2005 tentang angka pengangguran menurut pendidikan dan wilayah desa-kota, menunjukkan bahwa tamatan SMA ke atas menunjukkan prosentase menganggur lebih besar di banding tamatan SMP ke bawah. Artinya, sistem pendidikan nasional belum berhasil menghantarkan generasi bangsa dengan status pendidikannya untuk memiliki semangat kemandirian atau kewirausahaan (enterpreneurship) dalam kehidupannya.

Pada aspek moralitas bangsa, pendidikan nasional belum berhasil menanamkan kepada peserta didik nilai moral yang luhur. Pijakan nilai-nilai agama yang sudah digariskan pada UUD 1945 dan UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003, belum diimplementasikan dengan maksimal oleh stakeholder pendidikan, terutama dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah. Dan lebih jauh lagi belum menjadi pedoman bagi masyarakat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Pendidikan berjalan tanpa bingkai moral yang tegas sehingga kehilangan arah dan hakikat yang paling asasi yaitu pendidikan untuk menghasilkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kasus tawuran (perkelahian masal) di kalangan pelajar dan mahasiswa bermunculan hampir setiap tahun di beberapa kota besar. Sementara itu, jumlah pemakai narkoba di Indonesia menunjukkan peningkatan yang luar biasa. Dalam riset yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Pusat Penelitian Universitas Indonesia terungkap bahwa biaya ekonomi dan sosial penyalahgunaan narkoba di Indonesia (2004) mencapai Rp.23,6 triliun. Tahun 2006, jumlah pemakai narkoba berkisar 2 juta hingga 4 juta orang dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 220 juta jiwa. Tak kurang dari 78% korban yang tewas akibat narkoba merupakan anak muda berusia antara 19-21 tahun. Perilaku kehidupan seksual yang bebas dan gaya hidup yang amoral semakin mewarnai pola perilaku pelajar-pelajar di kota-kota besar.

Kesimpulannya, pembangunan sistem pendidikan nasional mengharuskan adanya upaya-upaya perbaikan yang lebih mendasar dan strategis. Reformasi pendidikan harus memadukan peranan wahyu dan ilmu sebagai teras utama aktivitas pendidikan. Pendidikan nasional harus mampu menyelenggarakan proses pembekalan pengetahuan, penanaman nilai, pembentukan sikap dan karakter, pengembangan bakat, kemampuan dan keterampilan, menumbuhkembangkan potensi aqal, jasmani dan ruhani yang optimal, seimbang dan sesuai dengan tuntutan zaman. Pendidikan nasional harus mampu mengembangkan seluruh potensi peserta didik dalam rangka menyiapkan mereka merealisasikan fungsi dan risalah kemanusiaannya di hadapan Allah SWT yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT dan menjalankan fungsi kepeloporan di muka bumi sebagai makhluk yang berupaya memakmurkan kehidupan dalam tatanan hidup bersama dengan aman, damai dan sejahtera.

Seluruh komponen bangsa, terutama pemerintah harus bersatu padu dan bersungguh-sungguh meningkatkan komitmen untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan sebab pembangunan dan penyelenggaraan pendidikan nasional yang benar dan efektif merupakan amanat konstitusi.

Ada 13 (tiga belas) langkah solusi strategis yang perlu dipertimbangkan dalam pembangunan pendidikan Indonesia ke depan yaitu

Pertama, membangunan Sistem Pendidikan Nasional (SPN) yang komprehensif, integratif dan aplikatif. Dengan sistem yang komprehensif diharapkan proses dan praktek pendidikan mengalami perbaikan berkelanjutan pada semua aspek dan perangkatnya. Pendidikan yang integratif menekankan pentingnya ikatan dan pertautan dengan nilai-nilai luhur agama pada seluruh aspek pendidikan dan pembelajaran. Sedangkan, sistem yang aplikatif akan mampu mendorong proses pendidikan bermutu demi peningkatan daya saing bangsa.

Kedua, mendorong efektivitas program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) sembilan Tahun dan meningkatkannya menjadi Wajib Belajar (Wajar) Dua Belas Tahun dengan menyediakan segala fasilitas demi terpenuhinya kesempatan belajar bagi seluruh rakyat Indonesia dan memenuhi sekurang-kurangnya standar minimal nasional yang ditetapkan. Juga perlu diselenggarakannya sistem pendidikan yang murah dan berkualitas.

Ketiga, melakukan peningkatan kesejahteraan, penghargaan dan perlindungan terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan sebagai pilar utama pendidikan dan pembangunan bangsa. Posisi guru (pendidik) tanpa membedakan status kepegawaiannya harus dihargai setara dengan profesi lainnya dengan melakukan usaha yang berkesinambungan dalam meningkatkan kualitas tenaga pendidik sehingga mencapai taraf kompetensi sebagaimana yang ditentukan undang-undang.

Keempat, melaksanakan amanat Pasal 31 ayat 4 amendemen IV UUD 1945 tentang alokasi anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN secara efektif dan efisien dengan menegakkan transparasi dan akuntabilitas anggaran dan menghindari duplikasi pembinaan dan pembiayaan. Bersama masyarakat, PK Sejahtera turut berperan aktif dalam mengawasi penggunaan anggaran pendidikan, agar tidak mengalami penyimpangan dan kebocoran.

Kelima, monitoring dan evaluasi yang sistematis terhadap berbagai aspek konsepsional dan operasional SPN pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan.

Keenam, mengefektifkan proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan dan kemandirian dengan menanamkan jiwa kewirausahaan (enterpreneurship) untuk eksistensi peserta didik di masa yang akan datang melalui peningkatan keterampilan hidup (life skills) dan daya juang (adversity quotient). Kurikulum diarahkan kepada upaya pengembangan pengalaman belajar yang seimbang dari aspek intelektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ) dan dilaksanakan dalam lingkungan belajar yang inklusif dan terbebas dari sikap diskriminatif. Pendidikan perlu membentuk karakter pemelajar bagi peserta didik yang memungkinkan peserta didik dapat belajar sepanjang hayat.

Ketujuh, menjalankan manajemen pendidikan yang terdesentralisasi, sehingga mencerminkan kebijakan penyelenggaraan negara yang mengembangkan kemampuan dan potensi daerah. Partisipasi masyarakat luas pada gilirannya akan memunculkan rasa tanggung jawab terhadap hasil dan dampak pendidikan bagi pencapaian masa depan Indonesia yang lebih bermakna.

kedelapan, meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan proses belajar mengajar yang berbasis pada kondisi setempat berdasarkan analisis kebutuhan sekolah melalui peningkatan kompetensi, kreatifitas dan inovasi pendidik dan tenaga kependidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai melalui penyelenggaraan pendidikan dan latihan, seminar, workshop, studi banding dan pembentukan pusat-pusat belajar (training learning center) di berbagai wilayah.

Kesembilan, mewujudkan pendidikan yang murah, bermutu dan berwawasan global untuk meningkatkan partisipasi pendidikan masyarakat dan meningkatkan daya saing nasional di percaturan global. Pendidikan murah dan bermutu terutama bagi rakyat yang memiliki keterbatasan ekonomi, dan permasalahan sosial dan geografis seperti masyarakat di daerah rawan konflik dan rawan musibah.

Kesepuluh, memberikan perhatian yang serius terhadap perkembangan peserta didik yang berkebutuhan khusus baik karena jenis kecacatan maupun karena kecerdasan dan bakat istimewa (gifted – talented) yang dimiliki sebagai aset bangsa yang dimanfaatkan secara optimal untuk pembangunan bangsa sekaligus mengangkat citra Indonesia di mata dunia internasional.

Kesebelas, mengembangkan pendidikan formal sebagai kawah candradimuka kaderisasi kepemimpinan nasional masa depan dengan mengembangkan pengajaran untuk belajar dan pembelajaran bermakna di sekolah untuk menghasilkan calon pemimpin masa depan. salah satu instrumen pendidikan kepemudaan untuk mendukung hal tesebut adalah melaksanakan wajib militer untuk usia 20 - 40 tahun.

Keduabelas, membangun kesadaran pendidikan masyarakat sehingga terbentuk ketahanan keluarga dengan mengembalikan tanggung jawab utama pendidikan kepada orang tua dan memunculkan komunitas-komunitas pendidikan informal di masyarakat.

Ketiga belas, mendayagunakan fungsi teknologi informasi dan komunikasi (TV, Radio, Internet dan Media cetak) bagi peningkatan mutu pendidikan baik di sektor formal, nonformal maupun informal dan sekaligus meminimalisasi dampak-dampak negatif yang ditimbulkan.

Tidak ada komentar: